Cerpen: dan, Tuhan Pun Berhasil Kutipu

dan, Tuhan Pun Berhasil Kutipu
Oleh: Adam Ma’rifat[1]
Entah dari mana sikap dan pikiran perlawanan itu muncul. Yang jelas, sejak ia mengenal orang lain, ia sudah tidak suka menjadi dirinya sendiri, karena selalu saja  menjadi bahan olokan oleh lingkungan. Ketika ia mulai mengaji di surau dan ustad bicara tentang penciptaan langit dan bumi serta seisinya, maka saat itulah, ia mulai tidak senang dan menaruh dendam pribadi terhadap tuhan. Hal yang selalu dipertanyakan  pada dirinya sendiri adalah kenapa ia memiliki perbedaan dengan saudara-saudaranya  yang lain.
Cara orang membalas dendam itu bermacam-macam. Sang teman kita ini, sebut saja namanya Sutan Jo Labia, memiliki  cara tersendiri melawan kekuasaan tuhan. Strategi dan taktik  perlawanan yang dilakukannya terhadap tuhan bukanlah menjaga jarak atau memusuhinya,  akan tetapi justru ia pelajari kekuatan-kekuatan dan kelemahan tuhan. Langkah pertama yang dtempuhnya adalah mendekatkan diri kepada-Nya dan mempelajari ayat-ayat Tuhan dan hadis-hadist Nabi. Kemauan belajar yang sangat keras (sebenarnya otaknya tidak begitu cerdas, bahkan dapat dikatakan biasa-biasa saja, tapi spirit yang membakar dirinyalah yang melebihi segalanya untuk memahami ayat dan hadist),  ia berhasil menghafal banyak  ayat-ayat tuhan maupun hadist-hadist  nabi dengan baik sekali. Bagian yang ia sangat senangi adalah bagaimana wakil-wakil tuhan di bumi menyebarkan ayat, mempengaruhi orang lain, meyakinkan manusia dan menjadi pemimpin agama tuhan. Jadi nabi, kyai, ulama, buya dan pemimpin atau apapun namanya,   yang menjadi  cita-citanya selama ini untuk menyusun perlawanan terhadap tuhan (itulah salah satu misteri yang ia simpan).
*
Pengalaman mengaji di surau sangat membantunya untuk meniti karirn menjadi ulama. Banyak ayat dan hadist yang dikuasainya dengan baik. Bahkan, dengan bagus ia mampu menceritakan kisah-kisah perjuangan nabi. Jadilah ulama cilik yang banyak diundang kian kemari di sekitar kampungnya.
Memasuki usia remaja,  ia bergabung kedalam organisasi agama yang terkemuka di negerinya. Kepiawaian berpidato, kemahirannya menggunakan ayat-ayat tuhan, dengan mudah ia diterima dan dielu-elukan dalam lingkungannya itu. Bahkan dalam waktu yang relatif pendek, masyarakat mendukungnya untuk memegang jabatan ketua dalam organisasi di daerahnya. Muncullah nama baru didepan namanya yaitu buya.
Walaupun kadangkala orang-orang sudah memanggilnya buya, namun demikian, yang tidak bisa dihindari adalah nama yang melekat dalam dirinya yaitu Sutan jo Labia tetap saja belum hilang. Hal inilah yang selalu membuatnya marah dan menggodanya untuk berusaha melawan sang penciptanya. “Sekali saja seumur hidup melawan kehendak tuhan”, begitu hatinya selalu berkata.
*
Cita-cita Sutan Jo Labia untuk menjadi pemimpin terbuka lebar, ketika terjadi gelombang kekacauan politik di republik ini tahun 1998.  Gelombang ini juga membawa perubahan besar dari kehidupan Sutan Jo Labia. Selama ini ia begitu bersahaja dan sangat kompromis dengan penguasa, terutama lewat khotbah-khotbahnya. Gelombang reformasi yang terjadi di republik ini,  menempatkannya sebagai tokoh terkemuka, terutama sejak Juni 1998 atau sebulan setelah Soeharto turun tahta.
 Melalui organisasi yang dipimpinnya,  ia melakukan serangkaian demonstrasi. Dengan pidato berapi-api, ia mencela dan mengutuk berbagai kebijakan di masa lalu. Orang-orang yang dekatnya sebenarnya tau bahwa ia sesungguhnya bagian  yang integral dengan rezim tadi. Bahkan, ia merupakan ulama istana yang disenangi dan sering diminta kutbah oleh pejabat setempat.
Sampai kemudian, ia bergabung dengan sebuah organisasi politik yang merupakan underdog dari organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain, jabatannya sebagai ketua organisasi dimanfaatnya sebagai daya tawar untuk memasuki partai politik.
Lagi-lagi nasib baik berpihak padanya. Dalam pemilu 1999, ia masuk kedalam anggota dewan dan bahkan kemudian dipilih menjadi pemimpinnya. Dari sinilah, keinginannya untuk membalas dendam kepada tuhan mulai dijalankannya.  
Dendam yang dilakukannya terutama melalui pengujian terhadap kekuasaan tuhan di bumi. Apakah tuhan itu memang berkuasa atas dunia dan akhirat, sejauhmana kekuasaan dan kekuatan tuhan itu, maka mulailah ia melakukan pelanggaran-pelanggaran   terhadap ajaran tuhan.
Mula-mula ia melawan tuhan secara kecil-kecilan. Misalnya, ia menggunakan mobil kantor untuk keperluan anak-anaknya. Setelah itu, ia mulai meminjam computer kantor dan kemudian tidak dikembalikannya. Alasannya cukup rasional, karena kantornya membeli komputer baru, sehingga komputer lama hanya jadi sampah saja di kantor.
Pengujian terhadap kekuasaan tuhan yang sesungguhnya baru dilakukannya yaitu pada saat dalam penyusunan anggaran.  Melalui sidang yang mulus, karena semua anggota mendukungnya, maka dibuatnya anggaran gila-gilaan. Misalnya saja, anggaran beli kursi tamu Rp. 20 juta, uang kesehatan Rp. 50 juta, kontrak rumah Rp. 100 juta tahun. Belum lagi berbagai kunjungan ke dalam dan luar negeri yang dilakukannya untuk menghabiskan uang rakyat.
Melihat anggaran yang gila-gilaan itu, banyak pihak menentang. Namun Sutan jo Labia dengan enteng saja menanggapi berita itu. Bahkan, dengan tanpa dosa ia kemudian melakukan tindakan korupsi yang marajalela, yang sesunguhnya disediakan untuk rakyat miskin. Selama itu, ia berjalan aman-aman saja. Berbagai demo ke kantornya dapat dilewatinya dengan baik. Bahkan, demonstran itu dilawannya juga dengan demontrasi massa pengikutnya yang seimbang dengan musuhnya. Sampai kemudian, ia kembali  menguji kekuatan tuhan.
*
Dalam musim haji, ia mendaftarkan diri untuk berangkat ke Mekkah. Dalam hati kecilnya yang terdalam, ia sesunngguhnya memiliki kesangsian yang mendalam, akankah tuhan menghukumnya karena telah melawan dan menyelewengkan ajaran-ajarannya. Hal yang ditakutkannya adalah cerita-cerita orang yang pernah ke Mekkah menemui berbagai keanehan dan bahkan cobaan, karena ada yang tidak beres dalam kehidupan selama ini seperti penipu yang tidak melihat Ka’bah,, pada hal ada didepan matanya, melempar jumrah, namun tangannya terasa berat, bahkan ada orang yang berkeliling didepan satu tempat seperti orang sesat saja. Cerita-cerita seperti ini cukup menghantuinya sebelum keberangkatannya ke Mekkah. Walau demikian, kepada setiap orang ia memperlihatkan  muka jernih dan masih sempat mengeluarkan fatwa-fatwa,  tentang perbuatan baik dan buruk, dosa dan pahala, sorga dan nereka, maling, korupsi, manipulasi yang dibenci tuhan.
Selama prosesi di Mekkah, rasa takut dihukum tuhan itu dilawannya dengan jalan membaca-baca Al Qur’an, yang sebagian besar memang dihapalnya. Dibandingkan dengan banyak jamaah haji lainya, Sutan Jo Labia lah yang kelihatan paling sempurna ibadah dan paling dekat dengan tuhan. Betapa tidak, dalam berdoa, ia mampu meneteskan air mata, yang oleh jamaah haji lainnya tidak dapat melakukannya. Bahkan, ia juga sempat mencium hajarul aswat, yang harus dilakukannya seperti bersaing bebas dengan jutaan ummat lainnya. Pendek kata, semua rukun haji dapat dijalanakannya dengan baik. Sepanjang yang ia rasakan, tidak ada satupun hambatan yang ia temukan  selama mengikuti ibadah haji itu. 
*
Sekembalinya dari tanah suci Mekkah, seorang teman dari utara bertanya, “Bagaimana Buya, lancar-lancar saja di Mekkah” ?
Lancar.... lancar, bahkan aku sempat mencium hajarul Aswad, jawab buya dengan senang.
“Apa penting mencium itu“ ?
“Sangat penting, karena untuk mencapai ke sana saja diperlukan perjuangan keras, karena 2 juta orang yang ingin melakukannya”
“Lantas yang satu itu, bagaimana” ?
“Yang mana “ ?
“Alah, yang satu tu, biaya ke Mekkah, kan uang rakyat yang buya sikat  ?
Ha... ha... ha... ha...  Sambil ketawa besar, buya menjawab :
“Kau kan juga makan tu uang” jawab buya sambil tertawa.
“ Ya, tapi aku kan Cuma untuk ngebor, kalau ente kan untuk naik haji”
“Santai aja kau. Jangan rakyat ini, tuhanpun berhasil ku tipu di Mekkah. Bukti nya aku tidak-apa sekembali dari sana. Ha ... ha  ... ha ... ha”, jawabnya sambil tertawa terpingkal sampai mengeluarkan air mata, ketika wak haji bercerita tentang keberhasilnnya menipu tuhan.[2]

***
        Memang, dendam nya sama tuhan terbalas, ketika ia pulang dari Mekkah itu. Setidaknya dalam hatinya. Namun orang tidak pernah tau kenapa ia begitu dendam sama tuhan. Ia juga tidak pernah sampaikan kepada siapapun juga, kecuali satu orang, teman dari utara, yang sesama menjadi anggota dewan dengannya. Itupun ia ceritakan karena kawan ini tidak akan mengadukan kepada tuhan, karena tuhan mereka berbeda. Sambil berbisik ia bercerita bahwa ia marah kepada tuhan karena tuhan tidak adil kepadanya, sebab tuhan memberi jari tangan sebelah enam buah.


Gaduik-Depok Januari 2004


[1] Adam Ma’rifat, merupakan nama pena untuk tulisan-tulisan fiksi dari Zaiyardam Zubir, seorang aktivis PBHI Wilayah Sumbar, peneliti Minangkabau Multicultural Institute, dosen Fakultas Sastra Unand Padang. Menamatkan S1 dan S2 di Fakultas Sastra UGM Yogytakarta. Telah menulis beberapa buku seperti Radikalisme Kaum Pinggiran, Dari Ahong Sampai Ahmad dan Partisipasi Politik Perempuan di Minangkabau (bersama Lani Fitriyani, Lusi Herlina, dan Dwi Berta) Ketiga buku  diterbitkan oleh Insist Press Yogyakarta.
[2]Hukuman tuhan sebenarnya telah turun kepadanya. Sejak ia jadi wakil rakyat, anak kesayangannya pecandu berat narkoba, dan anak bungsunya yang lahir semasa ia wakil rakyat menderita Austis. Namun ia tak pernah mau mengakui bahwa itu merupakan kutukan  tuhan kepadanya.