IKAN BILIH, ALAHAN DAN TRADISI MANGUTANG

'Bilih' Spesies Langka Ikan Danau Singkarak 
(1/3 dari tulisan berkaitan)

Mendengar dan menyantap ikan bilih (Mystacoleuseus Padangensis) bagi masyarakat Sumatera Barat mungkin sudah biasa. Ikan bilih adalah spesies ikan air tawar di pulau Sumatera, tepatnya di danau Singkarak (Sumatera Barat) sebagai habitatnya.
Ikan bilih dikenal bukan karena besarnya mengalahkan paus atau buas seperti hiu. Kalaupun kecil juga tidak seganas piranha. Soal besar, ikan bilih hanya lebih besar dari ikan teri, kira-kira seukuran jari tangan orang dewasa. Ciri-ciri lainnya memiliki bentuk badan yang pipih dan lonjong, bersisik kecil-kecil dengan warna mengkilau keperakan.
Belum diketahui kanap masyarakat sekitar danau Singkarak menamakan menyebutnya ikan bilih. Sedangkan menurut bahasa Minangkabau sendiri bilih sendiri berarti iblis atau setan. Selain di danau Singakrak masih terdapat spesies bilih lainnya. Kemiripan-kemiripan itu terdapat juga misalnya di danau Maninjau (Sumatera Barat) dan sekitar Sungai Amazon (Brazil).[1] Belakangan juga muncul ikan bilih dari danau Toba Sumatera Utara. Namun bilih Toba secara fisik lebih besar dari ikan bilih danau Singkarak.
Ikan bilih tidak dapat hidup dil luar habitat aslinya danau Singkarak. Pernah suatu kali ilmuwan Amerika berkunjung dan membawa bibit bilih ini ke negeri Paman Sam itu untuk dikembangkan, namun hasilnya nihil, meski menggunakan teknologi dan peralatan canggih jenis apapun ikan bilih tetap tak bisa hidup. Hal ini dikarenakan oleh adaptasi ikan yang luar biasa terhadap susunan kimia air danau Singkarak yang unik.[2]
Namun salah satu usaha yang berhasil pemindahan ikan bilih keluar habitatnya di danau Singakrak adalah ke danau Toba Sumatera Utara. Masyarakat sekitar Toba menyebutnya disana sebagai ikan ‘Megawati’. Tidak jelas kenapa disebut ikan ‘Megawati’, barangkali pemindahan habitat dan pemgembangan ikan bilih danau Singkarak terjadi diera presiden ‘Megawati’. Pada habitat barunya di danau Toba cukup berhasil. Pengembangbiakkan ikan bilih di Ajibata, Danau Toba tahun 2009 berhasil berproduksi sebesar 30 ton.[3]
Meskipun, ikan bilih yang dikembangkan di Danau Toba cukup berhasil apalagi dari ukuran tubuh ikan sedikit lebih besar dan  lebih gemuk. Namun dari segi tekstur ikan bilih danau Singkarak tetap lebih padat walaupun kecil. Kelebihan lain yang tetap melekat pada ikan Bilih danau Singkarak adalah daya tahan dan rasanyanya yang tetap khas, enak gurih. Dimasak dan disjikan dalam bentuk apapun ikan bilih danau Singkarak tetap lezat dinikmati, mengundang dan membangkitkan selera makan. Bahakan ikan bilih danau Singkarak dimasak dengan hanya direbus garam dan asam saja rasanya sudah enak dan mengundang selera untuk menyantap atau menjadikannya lauk untuk menemani makan. Apalagi kalu digoreng dengan bawang, dipalai, dipangek, digulai. Sementara
 Di pasar berbagai daerah memang dengan mudah dapat kita jumpai ikan bilih dari danau Toba Sumatera Utara, karena cukup diminati warga Sumbar, terlebih harganya sedikit lebih murah ketimbang ikan bilih danau Singkarak. Hanya sejauh pengamatan penulis, ikan bilih dari danau Toba tetap berbeda rasanya dan teksturnya yang sedikit lembek dari ikan bilih asalnya di danau Singkarak. Ini barangkali anugerah yang diberikan pada danau Singkarak dengan ikan bilihnya. Tidak berlebihan juga kalau selama ini ikan bilih disebut ikan langka dan satu-satu terdapat di dunia, itu pun hanya di Indonesia tepatnya di danau Singkarak Sumatera Barat.
Berdasarkan  penelitian para ahli terungkap 19 spesies ikan yang terdapat di Danau Singkarak. 19 spesies itu, tiga spesies di antaranya memiliki populasi kepadatan tinggi, yakni ikan Bilih/Biko (Mystacoleusus padangensis Blkr), Asang/Nilem (Osteochilus brachmoides) dan Rinuak. Spesies ikan lainnya yang hidup di Danau Singkarak adalah, Turiak/turiq (Cyclocheilichthys de Zwani), Lelan/Nillem (Osteochilis vittatus), Sasau/Barau (Hampala mocrolepidota) dan Gariang/Tor (Tor tambroides). Kemudian, spesies ikan Kapiek (Puntius shwanefeldi) dan Balinka/Belingkah (Puntius Belinka), Baung (Macrones planiceps), Kalang (Clarias batrachus), Jabuih/Buntal (Tetradon mappa), Kalai/Gurami (Osphronemus gurami lac) dan Puyu/Betok (Anabas testudeneus).[4] Meskipun demikian Ikan bilih dengan segala kekhasannya tetap menjadi perburuan utama nelayan disamping jumlahnya jauh lebih banyak dari jenis ikan lainnya.
Saat ini, ikan bilih sudah mulai menyusut jumlahnya. Kondisi itu mesti mendapat perhatian masyarakat apalagi yang mengantungkan mata pencaharian dari keberadaan ikan bilih. keterlibatan pemerintah maupun swasta juga sangat diperlukan. Menyerahkan segalanya pada masyarakata yang dalam berbagai keterbatasan ilmupengetahuan dan modal untuk melestarikan habitat dan mengembangkan spesies ikan bilih juga suatu keniscayaan. Sama artinya membiarkan ikan langka ini benar-benar punah.

[1] Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[2] Ibid.,
[3] Portal Nasional, www.indonesia.go.id. 04-05.2009
[4] Farellmedia, 2 Juli 2009