SIGUNTU: Sekedar Legenda atau Peran Yang Tersisihkan

SIGUNTU[1]:
Sekedar Legenda atau Peran Yang Tersisihkan
By: Yonni Saputra

Tentang Siguntu, telah menjadi ingatan kolektif bagi masyarakat Lunto dan Kubang di Sawahlunto. Apa itu Siguntu? Hampir setiap kali ada perhelatan, misalnya pada multikultural event dalam rangkaian memperingati Hari Jadi dan Ulang Tahun Kota Sawahlunto perfomance Siguntu senantiasa dihadirkan. Apalagi pada peringatan dan memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia Siguntu dimunculkan dalam arak-arakan pawai. Hari ini merupakan hari yang paling tepat akan kehadiran lakon Siguntu. Hari itu juga, mungkin pernah dicita-citakan dan diperjuangkan Siguntu jauh dimasa silam untuk hidup MERDEKA ! bebas dari segala tekanan dan penjajahan.
Menurut cerita dan keterangan para tetua di Lunto, Siguntu erat kaitannya dengan kisah perjuangan rakyat di daerah era penjajahan pada lokalitas Lunto-Kubang di Sawahlunto. Siguntu bak tentara gerilya yang menyergap dan melumpuhkan tentara musuh di medan pertempuran, dalam hutan. Siguntu hanyalah masyarakat biasa dengan kemampuan penyamaran dengan memanipulasi diri. Dengan dibekali kekuatan gaib dan supranatural, jadilah Siguntu bukan sembarang orang dengan segala keberanian dan pengorbanan.
Dalam penyamaran dalam upaya memanipulasi diri Siguntu memakai pakaian khusus yang terbuat dari ijuk pohon enau yang menyerupai rambut. Pakaian dari bahan ijuk itu dibentuk sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Pakaian itu dimaksudkan untuk menyembunyikan jati diri sekaligus mengelabui musuh. Kalau dalam keadaan beraksi dengan pakaian khusus Siguntu kelihatan menyerupai hewan sejenis gorilla. Kalau demikian halnya, tentu tentara musuh tidak mau menyerang hewan dan membuang peluru begitu saja kesannya. Kalaupun Siguntu yang berwujud hewan tipuan itu dapat serangan, Siguntu juga bukanlah orang sembarangan. Siguntu telah dibekali berbagai keahlian bela diri seperti silat, penggunaan senjata tradisional untuk menyerang balik, bahkan membuat berbagai jebakan. Apalagi bekal ilmu kebatinan dapat saja membuat mereka kebal terhadap senjata tajam dan peluru. Mereka terkadang menghilang dan muncul secara tiba-tiba. Hutan tempat mereka bergerilya juga sudah dikuasai seluk beluknya.
Kisah sepak terjang Siguntu memang sulit kita dapatkan dalam catatan tertulis maupun dalam catatan sejarah perjuangan. Sehingga Siguntu hari ini kita lihat tidak lebih dari sekedar kisah, cerita atau pun legenda. Namun demikian ingatan kolektif masyarakat akan keberadaan Siguntu lah yang membuat Siguntu tetap ada sebagaimana sekali waktu tampak dihadirkannya perfomancenya yang dilakoni masyarakat dari nagari Lunto dalam berbagai perhelatan dari waktu ke waktu. Hal ini membuktikan bagian dari keberadaan Siguntu dimasalalu dengan perannya melawan penjajahan dan penindasan.
Ada atau tidak, namun pesan heroik (kepahlawan/keberanian) Siguntu dalam melawan tekanan penjajahan, penindasan dan kedzaliman patut ditauladani. Sebuah pesan dari lakon Siguntu yang terus dimunculkan pada sekali-kali waktu mesti terus dijaga dan dimaknai lebih dari sekedar kelengkapan pawai, keramaian dan lucu-lucuan. Apalagi anak-anak, remaja (generasi muda) penerus bangsa ini jangan sampai memaknai Siguntu tidak lebih sekedar hiburan topeng monyet.


[1] Ditutur dan dikisahkan oleh Bapak Syahruddin dari Nagari/Desa Lunto Kota Sawahlunto Sumatera Barat. Kisah atau cerita rakyat, legenda dan folklor Sawahlunto ini dalam upaya dihimpun dan dituliskan untuk dibukukan dan diterbitkan sebagai kumpulan cerita rakyat, legenda (folklor) Sawahlunto.