Legenda: Asal Muasal Nama Nagari Tak Boncah


LEGENDA 
ASAL MUASAL NAMA NAGARI TAK BONCAH [1]:
By: Yonni Saputra

Animasi Gambar Dudi Fajriansyah
Tak Boncah merupakan sebuah Nagari yang terletak di Kecamatan Silungkang Kota Sawahlunto. Daerah ini berjarak sekitar ±19 Km dari pusat kota Sawahlunto. Untuk mencapai daerah ini kita akan melalui jalan mendaki dan penurunan yang terjal. Wajar demikian karena letaknya yang berada di dataran tinggi jajaran Bukit Barisan. Daerah ini masih cukup alami dengan ‘aroma’ kental kehidupan tradisonal. Semakin terasa rasanya aroma kehidupan tradisonal itu kala kita ketahui bahwa daerah ini belum tersentuh aliran listrik secara keseluruhan. Kalau pun ada hanya penerangan dari mesin diesel yang hanya dinyalakan pada waktu terbatas. Kala malam.
Nagari Tak Boncah memiliki 3 dusun yaitu; dusun Limo Kambiang, Balai-Balai dan Koto Tingga serta daerah kecil didalamnya.Masyarkat nagari ini tediri dari 4 suku yakni; Melayu, Caniago, Payo Bada dan Dalimo. Asal muasal penduduk, seperti halnya derah lain di
Minangkabau, hampir merata mengkaitkan nenek moyang mereka datang dari kerajaan Pagaruyung di Batusangkar. Perpindahan dan penyebaran penduduk dari Pagaruyung tentu dilandaskan pada berbagai alasan. Mulai dari pemekaran dan pencarian daerah baru hingga ke persoalan politik dan konflik, seperti halnya kerajaan Sitimbago di Sawahlunto.
Nama Tak Boncah tidaklah muncul dan ada begitu saja. Tak Boncah diyakini masyarakat setempat berasal dari sebuah fenomena. Tatkala nenek moyang mereka baru memasuki dan menepati daerah baru ini. Rombongan menemukan sebutir telor yang terjepit diantara bebatuan. Anehnya telur tersebut tidak pecah meskipun diapit bebatuan. Keberadaan telor yang terjepi bebatuan itupun menjadi pusat perhatian dan tanda tanya. Kenapa bisa telor yang biasanya sedemikian rapuh menjadi tahan akan tekanan bebatuan yang menjepitnya? Diantara rombongan ada yang berkomentar, ‘tak boncah’. Tak boncah yang diungkapkan itu dalam bahasa masyarakat disana mengandung arti; tak= tidak, boncah= Pecah. Jadi Tak Boncah yang dimaksud adalah telor yang terjepit antara bebatuan  itu tidak menjadi pecah karenanya. Peristiwa tidak pecahnya (tak boncah) telor itu kemudian dilekatkan pada daerah yang baru mereka tempati (teruka) tersebut.
Tak Boncah kemudian tidak menjadi sekedar nama tempat masyarakat bermukim, berladang dan bertani. Masyarakat disana juga memaknai Tak Boncah sebagai sebuah filosofi dan prinsip bahwa segala permasalahan yang terjadi dalam daerah tersebut cukup diselesaikan di dalam komunitas masyarakat Tak Boncah. Masalah itu tidak perlu sampai menyebar luas ke luar daerah. Terlebih kalau barangok kalua badan (bernafas keluar badan) yang kalau diartikan meminta bantuan pihak luar yang belum tentu memahami duduk masalahnya. Apalagi dapat memberikan penyelesaian. Malah bisa-bisa membuat keruh atau runyam masalah. Demikian sebuah kepercayaan diri dan spirit yang termaknai dari sebuah nama Tak Boncah dari masyarakatnya. Memecahkan dan menyelesaikan segala permasalahan dari dalam diupayakan semaksimal mungkin.


[1] Ditutur dan dikisahkan oleh  Bapak Bidul di Tak Boncah Kota Sawahlunto Sumatera Barat. Kisah atau cerita rakyat, legenda dan folklor Sawahlunto ini dalam upaya dihimpun dan dituliskan untuk dibukukan dan diterbitkan sebagai kumpulan cerita rakyat, legenda (folklor) Sawahlunto.